Selasa, 31 Mei 2011

kemiskinan dan ketimpangan pendapatan

1. kemiskinan Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin". Kemiskinan sebagai gejala ekonomi sering dikaitkan dengan ethos kerja yang rendah, malas dan sifat boros. Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tingkat income atau pendapatan dan kebutuhan. Kebutuhan dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang hidup secara layak. Jika tingkat income tidak dapat mencapai kebutuhan minimum maka orang atau keluarga itu disebut miskin. Tingkat income minimum itu merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin, ini sering disebut garis kemiskinan (poverty line), dan dikenal sebagai garis kemiskinan mutlak (absolute). Ada pula yang disebut kemiskinan relatif, kemiskinan ini tidak ada garis kemiskinannya. Seseorang yang tinggal di kawasan elit, yang sebenarnya memiliki income sudah cukup mencapai kebutuhan minimum, tetapi incomenya masih jauh lebih rendah dari rata-rata income masyarakat sekitarnya. Orang atau keluarga tersebut merasakan dia masih miskin, karena kemiskinan relatif ini lebih banyak ditentukan oleh kondisi lingkungan. penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin; • penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga; • penyebab sub-budaya ("subcultural"), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar; • penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi; • penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial. 2. ketimpangan pendapatan Ketimpangan pendapatan adalah gambaran dari sebuah pendistribusian pendapatan masyarakat di suatu daerah/wilayah pada waktu/kurun tertentu. Seperti yang terjadi di negara kita pada jaman orde baru dimana Jakarta, sebagai sentra ekonomi, dalam realitasnya ternyata menggenggam lebih dari 70% uang beredar di Indonesia. Bahkan kurang lebih 80% investasi di Indonesia, baik investasi domestik maupun asing, berlokasi di Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi). Jika 10% saja sisa dari investasi tersebut disebar ke daerah Jawa Tengah, Jawa barat, dan Jawa Timur, berarti seluruh wilayah Indonesia di luar Jawa hanya memegang 10% nilai investasi, padahal wilayah ini menguasai 85% luas seluruh daerah Indonesia. Sehingga tidaklah mengherankan apabila distribusi persentase PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) tahun 1999 di Indonesia sangat timpang, di mana daerah-daerah di Jawa kurang lebih menikmati PDRB antara 11-18%, sementara provinsi seperti Maluku, NTT, NTB, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Jambi, dan Bengkulu mendapatkan porsi PDRB kurang dari satu persen (BPS, 2000). Dengan fakta ini bisa dibayangkan betapa lebarnya ketimpangan kegiatan ekonomi, sekaligus menjelaskan ketimpangan pendapatan yang terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar